Sabtu, 15 Mei 2010

Kisah Dua Kelamin

Alter  dan Jane



















VIVAnews-ASAP rokok mengepul ke langit.  Baru 20 menit, tiga batang sudah kandas. Setelah melepas asap, dia menarik nafas panjang.  Berulang-ulang. Berkali-kali. Sesekali tangannya mengelus kalung yang menjuntai di leher.
Siang itu dia memakai kaus lengan pendek. Warnanya biru gelap. Berpadu dengan celana selutut yang juga biru tua. Rambutnya bergaya spike, tapi acak-acakan. Padahal lazimnya dia bergaya eksekutif. Jas dengan dasi melintang.
Orang ini berumur 34 tahun. Tampang macho. Badan tegap. Suara bariton. Komplit lengkap sebagai seorang pria. Tapi dia dijebloskan ke penjara wanita di Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Ya, kita bicara tentang Alterina Hofan. Wanita yang menguras sumpah serapah dan simpati sejumlah kalangan tiga pekan belakangan. Dia dituduh bersalin rupa menjadi laki-laki.
Tidak cuma itu. Dia juga sukses menikahi  Jane Deviyanti Hadipoespito, anak gadis yang amat dicintai  sang ayah, Bernard Gunawan Hadipoespito, CEO Universitas Bina Nusantara (Binus) Jakarta.
Sang ibu mertua yang tidak terima dengan pernikahan itu menyeret Alter ke polisi. Dia lalu digiring ke kamar penjara di Pondok Bambu itu.  Senin tanggal 17 Mei ini,  pengadilan menggelar sidang perdana kasus ini.
Alter dan Jane sudah bersiap. Segala alat bukti akan dibawa ke ruang sidang. Dari surat nikah, bukti operasi, pendapat para ahli dan kesaksian sang istri bahwa jiwa raga sang suami adalah pria tulen. Keluarga Jane juga siapkan setumpuk bukti.
Kisah cinta Alter dan Jane bermula di Bandara Changi, Singapura.  Keduanya bertemu di sana, 8 Agustus 2008. Dikenalkan oleh ibunda Jane, yang saat itu menjadi kawan bermain golf.  Alter dan Jane bertukar nomor ponsel.
Semenjak itulah Jane – yang tuna rungu—rajin bertukar kisah dengan Alter lewat Blackberry Messenger dan surat elektronik. Lewat dunia maya itu jiwa mereka mulai larut dalam cinta.
Dan Jane cinta setengah mati. Dia meminta Alter menemaninya saat dia kuliah di San Fransisco Amerika Serikat. Alter manut. Di sana dua sejoli ini kian tak terpisahkan.
Tapi Alter dirubung seribu cemas. Dia takut hubungan ini kandas, bila Jane mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Kepada VIVAnews yang menemuinya di penjara Pondok Bambu, dua pekan lalu,  Alter  berkisah panjang lebar soal pergoalakan batinnya itu. Sesudah mengumpulkan keberanian, dia lalu menceriterakan kepada Jane soal sindroma klienefelter yang dideritanya.


Ini bukan penyakit. Tapi penyimpangan. Sindroma Klinefelter secara teoritis dikenal sebagai kondisi XXY. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan laki-laki yang memiliki kromosom X tambahan di sebagian besar sel mereka. Pria lazimnya memiliki kromosom XY, namun pengidap Klinefelter memiliki pola XXY.
Kuasa hukum Alter, Ibnu Siena, menambahkan bahwa lantaran ada tambahan unsur X itulah yang menyebabkan kelamin Alter kurang jelas semenjak dilahirkan. Pada usia dua bulan, kisah Ibnu Siena, benda yang semula diduga clitoris mulai membesar.
Clitoris itu terus membesar hingga membentuk kelamin laki-laki. Para perawat di rumah sakit, lanjut Ibnu, memastikan bahwa Alter memang seorang pria. Benda yang semula diduga sebagai kelamin wanita itu ternyata adalah buah zakar yang terbelah.


Ibnu Siena juga memastikan bahwa Alter tidak pernah melakukan operasi kelamin. Menurut dokter, lanjutnya,  yang dimiliki Alter itu adalah  'mikro penis' karena ukurannya hanya beberapa sentimeter. Ibnu juga haqul yakin kliennya pria sejati, “Karena saya sudah lihat sendiri.”
Semua kekurangan dan riwayat panjang itu diceritakan Alter kepada Janes. Dan Jane bukannya menjauh. Cintanya justru kian kokoh.
Mereka akhirnya menikah di Las Vegas, Amerika Serikat.  Penuh keringat dan airmata. Walau negeri itu surga bagi kebebasan, Alter dan Jane bersusah payah mendapat pengakuan dari catatan sipil dan pengakuan gereja setempat.
Kisah cinta dua sejoli ini memang berliku terjal. Perjuangan justru baru dimulai sesudah pernikahan itu di Las Vegas itu. Jane sadar betul bahwa orangtuanya di Jakarta bakal murka alang kepalang.
Itu sebabnya dia melarang Alter mengabarkan soal pernikahan ini sebelum kuliahnya tuntas. Kabar soal pernikahan ini akhirnya disampaikan sesudah Jane wisuda.
Orangtua di Jakarta meradang. Sepulang ke Jakarta, orangtua  Jane membatasinya keluar rumah.  Jane berontak. Dan pemberontakan itu memuncak pada 5 September 2008.
Saat itu dia minta ijin bertemu kawan kuliahnya di Senayan City di Jakarta. Sang ibu memberi ijin, tapi seorang pembantu ikut mengawal.  Di pusat perbelanjaan itu, Jane ternyata bertemu dengan Alter.
Sang pembantu disuruh pulang. Alter  dan Jane mengirim bukti surat nikah kepada orang tua di rumah lewat pembantu itu.


Keluarga Jane di rumah resah bukan kepalang. Rupa-rupa cara dilakukan agar Jane kembali ke rumah. Tapi gagal.
Merasa kesal, orangtua Jane lalu melapor ke Polda Metro Jaya. Semula dengan tuduhan menculik. Tapi tuduhan itu tidak terbukti, sebab Jane lah yang kabur dari rumah.
Mentok di urusan penculikan, tuduhan lalu jatuh ke perkara kelamin. Alter adalah wanita yang mengaku sebagai laki-laki.  Polisi bergerak. Alter dengan gampang ditangkap.
Sesudah itu giliran aparat di penjara yang pusing tujuh keliling. Alter harus ditahan di mana. Semula dibawa ke Pondok Bambu tempat tahanan perempuan. Ditolak karena dia mengaku pria.
Tapi kalau dimasukan ke penjara laki-laki repot juga. Toh Alter ditangkap dengan tuduhan menyamar jadi pria. Akhirnya Alter ditahan di Pondok Bambu. Tapi ruangnya terpisah dari para narapidana wanita.
Jane yang berada di luar penjara sekuat tenaga membebaskan sang suami.  Bersama Ibnu Siena, dia mengadu  ke Komnas HAM. Mereka juga berusaha mendapatkan uji dari ahli forensik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta.
Bagi Jane, Alter adalah pria tulen. Dalam wawancara dengan VIVAnews –yang dilakukan secara tertulis –Jane mengaku puas dalam berhubungan intim. "Sangat puas," tulis Jane.
Tapi bukan karena itu Jane menikahi Alter. Meski sudah dicoret dari penerima warisan keluarga, wanita muda ini sudah cinta mati. “Sampai maut memisahkan kami,”tulisanya kepada VIVAnews. 
                      *****
Kasus Alter ini memang unik. Jiwanya terjebak dalam raga yang bimbang. Jiwa seorang pria, tapi raganya mendua.  Ya perempuan, ya laki-laki. Walau semenjak berusia dua bulan alat kelamin laki-lakinya tumbuh, buah dadanya terus saja mekar seperti wanita normal.
Itulah yang menyebabkan sebagian kawan dan handai taulan mengenal dia sebagai perempuan. Jiwanya tersiksa tak terkira ketika dia harus mengenakan pakaian wanita ke sekolah dan saat kuliah. 
Tak tahan dengan siksaan batin itu, dia lalu melakukan operasi pengangkatan payudara tahun 2006 nun jauh  di negeri Kanada.
Ini bukan operasi yang mudah. Para dokter takut melakukan kesalahan. Mengangkat payudara dari seseorang yang belum tentu jiwanya seorang pria. Itu sebabnya Alter harus melewati serangkain tes kejiwaan. Lulus dari meja psikiater, baru menuju ruang bedah.
Sepulang dari Kanada itu, tanggal 18 Desember 2006, Alter mengajukan permohonan koreksi jenis kelamin lewat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jayapura, di Papua Barat.
Surat permohonan itu menempuh jalan berliku. Jenis kelamin  itu baru diubah catatan sipil di sana, setelah  terbit hasil pemeriksaan dari  Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta.
***
BUKAN cuma Alter yang tertimpa nasib seperti ini. Di negeri ini kasus  yang hampir serupa  segunung jumlahnya. Bedanya, jika Alter terjebak dalam raga yang bingung,  yang lain jelas-jelas terjebak dalam raga yang salah.
Lihatlah kisah Vivian Rubianti yang lahir pada 1 Januari 1944.  Terlahir sebagai laki-laki dengan nama Iwan Rubianto. Dialah orang pertama di Indonesia  yang melakukan operasi ganti kelamin.
Operasi itu dilakukan di Singapura 1973. Sesudah operasi itu  sukses, Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengabulkan permohonan ganti kelamin. Nama dan jenis kelaminnya lalu berganti di catatan sipil. Nama Iwan Rubianto kemudian tinggal kenangan.
Ada juga kisah Martini. Lahir sebagai perempuan. Tapi semenjak kecilnya merasa berjiwa laki-laki. Dia tumbuh sebagai laki-laki. Memiliki seorang kekasih  perempuan. Kisah cinta itu berakhir di bui.Dia dituduh menipu sang pacar yang sudah siap ke pelaminan.
Kisah sukses yang adalah Nadia Wardini. Terlahir sebagai laki-laki, dia mengubah jenis kelamin menjadi perempuan. Melakukan operasi kelamin di RS dr Soetomo di Surabaya.
Pada usia 30 tahun majelis hakim di Pengadilan Negeri Batang, Jawa Tengah, mengabulkan permohonan perubahan jenis kelamin itu. Dan semenjak itu nama Agus Widiyanto ditinggalkan.
Masih banyak sederet contoh lain. Ada kisah Solihatunnisa,  kisah Sukarnah yang kemudian berganti nama menjadi Iwan Setiawan, yang kemudian meraih medali perunggu Asian Games III di Tokyo.
Dede Oetomo --Pimpinan Yayasan Gaya Nusantara, sebuah yayasan yang mengorganisasi kelompok seperti ini -- kepada VIVAnews, menuturkan bahwa kisah sengara kaum transgender itu memang sudah lama terjadi.
Jika belakangan ini operasi kelamin ini jarang dilakukan, kata Dede, itu karena banyak transgender fulltime. Artinya, jika dia laki-laki maka dia mengubah diri sebagai wanita tanpa harus menganti kelamin.
Trend yang kini berkembang, lanjut Dede, kaum ini lebih suka melakukan terapi hormon untuk mengecilkan suara, membesarkan payudara, mengecilkan jakun atau membuat kulit mulus. Operasi kelamin dihindari oleh karena sarat kontroversi.
Itu sebabnya, Dede memprotes pemerintah yang tidak mau mengakui keberadaan kaum  yang jumlahnya cukup banyak ini.
Absennya pengakuan itu, lanjut Dede, membuat kaum ini dilihat sebagai aib. Dikucilkan, "Lebih sadis lagi  bahkan sampai dibunuh keluarganya sendiri," katanya.
Wakil Ketua Komnas Ham, Hesti Armi Wulan, menilai kelompok ini harus ditolong. Itu sebabnya komisi itu membentuk Komisi Perlindungan Kelompok Khusus, yang melindungi kaum Gay, Biseksual dan Transgender. “Kalau kelompok ini dilaknat Tuhan, biarlah itu menjadi urusan mereka dengan Tuhan,” katanya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan, menilai hukum nasional maupun internasional sebenarnya hanya mengakui dua gender, yaitu pria dan wanita. Perkawinan sah secara hukum jika dilakakukan berlainan jenis.
Jika ada perkawinan sejenis yang dilegalkan seperti di Belanda atau tempat lain, itu karena hukum internasional yang melegalkan perkawinan sejenis sedang mengalami domistifikasi ke dalam negaranya.
Indonesia, lanjutnya,  memang tidak mengenal adanya transgender. Pemerintah seharusnya turun tangan. “Tapi pemerintah kita tidak mau, karena ada pihak yang membela atas nama hak asasi manusia,”kata Amidhan. MUI dan organisasi agama apapun di Indonesia mengharamkan perkawinan sejenis ini.
Bagaimana dengan sikap pemerintah. Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menjawab bahwa dia  harus mempelajari dulu kaum trangender di negeri ini dan apa keluhan mereka selama ini. " Saya belum begitu tahu," kata Patrialis Akbar.
Tampaknya nasib kelompok ini masih jauh dari harapan. Semua agama menolak, kelompok pro hak asasi manusia mendukung penuh dan pemerintah terjebak dalam pro kontra  tanpa bersikap.  Dan tampaknya Alterina harus bersabar menunggu keputusan para hakim di pengadilan.

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Posting Baru Posting Lama ►
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Random Post